ALINEA – Beberapa waktu yang lalu (28/10) Jaksa Agung ST Burhanuddin menginstruksikan jajarannya untuk menggodok perihal hukuman mati untuk koruptor. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai hukuman tersebut bukanlah solusi yang efektif.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai arahan Burhanuddin kepada anak buahnya hanyalah jargon belaka.
“Entah itu presiden atau pun pimpinan lembaga penegak hukum, pengguliran wacana hukuman mati hanyalah jargon politik,” katanya pada CNN Indonesia (4/11).
Konteks pernyataan Burhanuddin tersebut adalah tentang kemungkinan tuntutan berupa hukuman mati bagi para terdakwa kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabari.
Sebagai informasi, kedua perusahaan pelat merah tersebut sudah merugikan negara sebanyak Rp39.58 triliun; Jiwasraya maling Rp16,8 T, sedangkan Asabri sebesar Rp22,78 T.
Kurnia justru mempertanyakan perintah pimpinan Korps Adhayksa tersebut karena tak sejalan dengan apa yang dikerjakannya. Kasus Jaksa Pinangki, ia beri contoh.
“Fenomena hukuman diskon bagi para koruptor masih sering terjadi,” ujarnya.
Menurutnya, Kejaksaan Agung belum memiliki komitmen untuk memberantas korupsi yang tercermin melalui kualitas penegakan hukum yang tak memberi efek jera.
Data ICW menunjukkan, kerugian negara selama tahun 2020 mencapai Rp56 triliun, namun yang kembali ke kas negara hanya Rp19 triliun.
Leave a Reply