ALINEA – Tragedi yang terjadi di Stadiun Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/22) menghebohkan warga Indonesia.

Pasalnya, kericuhan yang terjadi setelah pertandingan antara Persebaya vs Arema di Liga 1 ini menjatuhkan 127 korban meninggal. Angka ini membuat tragedi Kanjuruhan ditetapkan menjadi tragedi terbesar kedua sepanjang sejarah sepak bola di Dunia.

Menurut kronologi, polisi melemparkan gas air mata pada saat bentrok dengan supporter Aremania.

Tragedi terbesar pertama sepak bola dunia terjadi pada tahun 1964. Kejadian itu terjadi ketika pertandingan antara tim nasional Peru vs Argentina yang diadakan Estadio Nacional, Peru merenggut 328 nyawa.

Sumber: The Football Pink

Seperti halnya tragedi Kanjuruhan, pihak polisi Peru juga menembakkan tabung gas air mata pada supporter yang melakukan kericuhan serta bentrok.

Hal ini membuat FIFA membuat regulasi tentang larangan penggunaan gas air mata saat mengamankan sepak bola. Pada pasal 19 (b) menyatakan ‘No firearms or “crowd control gas” shall be carried or used’ yang memiliki arti ‘Tidak ada senjata api atau “gas air mata” yang boleh dibawa atau digunakan.

Baca juga : Berhasil Hajar Curacao, Peringkat FIFA Indonesia Melesat

Terjadi lagi

Disebut tidak belajar dari kesalahan, Kapolda Jatim Irjen. Pol. Dr Nico Afinta menyampaikan penjelasan tentang alasan aparat keamanan menjatuhkan gas air mata dikarenakan supporter mulai anarkis dan melakukan pengrusakan kendaraan.

“Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak napas, kekurangan oksigen,” jelas Kapolda Jatim Minggu (2 /9).

Penulis : Elisa Shofi Farida
Editor : Indah Nur Shabrina