Disorganized Attachment: Pola Keterikatan yang Membingungkan dan Cara Menuju Rasa Aman

Yogyakarta, Alinea.mmtcDisorganized attachment atau yang dikenal sebagai fearful‑avoidant attachment adalah pola hubungan yang ditandai dengan dorongan emosional untuk dekat dengan orang lain, namun sekaligus ingin menjauh. Pola ini muncul dari pengalaman masa kecil yang penuh dengan ketakutan, trauma, atau tanggapan parent figure yang tidak konsisten—kadang menenangkan, kadang menakuti (Gill, 2019).

Orang dengan gaya Disorganized attachment sering kali merasa :
● Merasa bingung antara mendekat atau menghindar
● Menunjukkan perilaku tidak konsisten: dari yang awalnya ada kehangatan tiba-tiba berubah dingin.
● Merasa takut ditinggalkan tapi sulit percaya sepenuhnya.

Mengapa hal ini dapat Terjadi?
Trauma atau kekerasan di masa kecil: Peran Orang tua yang seharusnya menjadi sumber rasa aman, justru terkadang dapat membuat rasa takut bagi anak, hal ini dapat menyebabkan anak tidak memiliki strategi emosional yang stabil untuk menghadapi tekanan.
Perilaku orang tua yang bingung: Orang tua yang pernah mengalami trauma atau depresi dapat membawa energi ketakutan dan kekacauan ke dalam interaksi dengan anak.
Pengalaman hubungan masa lalu yang menyakitkan: Bagi sebagian orang, disorganized attachment tidak muncul sejak kecil, melainkan berkembang setelah mengalami hubungan yang penuh rasa sakit — seperti diselingkuhi, dimanipulasi, atau mengalami gaslighting. Dalam hubungan hal ini, seseorang belajar bahwa “kedekatan = bahaya” tapi sekaligus merasa takut kesepian. Inilah yang menyebabkan dorongan yang bertolak belakang: ingin dekat, tapi takut tersakiti.

Dampaknya pada Kehidupan Sehari‑hari
Orang dewasa dengan pola seperti ini, dapat terlihat ketika :
● Ingin dekat dengan orang lain namun langsung menolak, atau sebaliknya.
● Kesulitan dalam mengatur emosi sehingga emosional sering berubah-ubah setiap waktu.
● Rawan rasa tidak aman, cemas, atau bahkan sabotase hubungan.

Penelitian menunjukkan bahwa anak – anak dengan pola disorganized attachment berisiko mengalami kesulitan jangka panjang dalam mengatur emosi dan perilaku (Rekhi, 2024). Ketika beranjak dewasa, orang yang memiliki pola ini kerap menjalani hubungan yang rumit – dalam hal ini mereka sangat menginginkan memiliki kedekatak dengan orang lain namun sekaligus dihantui oleh rasa ketakutan untuk disakiti. Akibatnya, muncul perilaku tarik – ulur yang membingungkat bagi orang terdekatnya. Orang yang memiliki pola seperti ini juga memiliki perasaan yang tidak stabil, dapat berubah secara drastis dari bahagia menjadi cemas atau curiga dalam waktu yang singkat. Hal ini akan menyulitkan mereka membangun hubungan yang tenang dan konsisten.

Kepercayaan terhadap orang lain kerap menjadi tantangan, meskipun sangat menginginkan hubungan yang aman dengan penuh rasa cinta, rasa takut dikhianati atau ditinggalkan membuat mereka sulit untuk percaya kepada orang lain. Bahkan, saat hubungan mulai terasa dekat, mereka bisa tiba – tiba bersikap dingin atau menjauh. Tak jarang dari mereka yang memiki pola seperti ini menyimpan keyakinan bahwa mereka tidak layak dicintai. Akibatnya, bentuk kasih sayang tulus pun sering kali ditolak secara tidak sadar.

Dalam situasi Konflik, respons yang muncul bisa sangat intens – emosi meledak, kepanikan, hingga menarik diri secara tiba – tiba. Reaksi ini kerap disalahpahamkan sebagai perilaku dramatis, sebenarnya hal tersebut adalah bentuk perlindungan diri dari luka emosional yang belum sembuh. Kesulitan menetapkan batasan yang sehat juga umum terjadi; mereka bisa terlalu mengalah karena takut ditinggalkan, atau malah membangun tembok tinggi demi menjaga jarak emosional. Semua ini membuat hubungan terasa tidak seimbang, penuh ketegangan, dan rawan salah paham.

Cara Beralih ke Secure Attachment
1. Sadari dan Terima
Terimalah bahwa pola ini muncul sebagai mekanisme bertahan yang dulu kamu butuhkan. Kesadaran adalah kunci untuk mulai berubah .
2. Belajar Mengatur Emosi (Self‑Regulation)
● Lakukan teknik grounding seperti pernapasan dalam, relaksasi progresif, yoga
● Catat trigermu, dan coba tenangkan diri sebelum bereaksi
3. Jurnal & Cerita Diri
Menulis emosi atau apa yang ada dalam pikiran secara jujur membantu merapikan amarah, luka, dan emosi masa lalu—bentuk “earned secure attachment”
4. Latih Komunikasi Terbuka
Gunakan “I‑statements” untuk menyampaikan perasaan:
“Aku merasa takut saat kita nggak bicara seminggu. Bisa kita coba kontak rutin?”
Ini membantu meredam sikap push-pull yang mengganggu .
5. Bangun Rasa Percaya
Belajar memberikan kepercayaan bertahap—mulai dari hal kecil. Jika niat baiknya berulang kali terbukti, rasa amanmu akan membesar.
6. Perkuat Diri Sendiri
Latih self-compassion: katakan ke diri, “Aku pantas dicintai”. Bangun rutinitas sehat dan hubungan yang positif.
7. Cari Bantuan Profesional
Terapi attachment-based, EMDR, atau terapi trauma bisa sangat membantu memahami dan mengurangi akar penyebab dan perubahan pola .
8. Kesabaran & Konsistensi
Perubahan attachment terjadi perlahan. Rayakan kemajuan kecil dan jangan menyerah saat mundur sebentar.

Dengan kesadaran, praktik, konsistensi, disiplin, dan dukungan yang tepat, karakter disorganized attachment bisa berubah menjadi secure attachment. Perjalanan ini memang panjang, tapi bukan mustahil—dan dampaknya pada kualitas hubungan serta kesejahteraan batin sangat besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *