Dibalik Pariwisata Megah Jogja

ALINEA – Pariwisata dan Yogyakarta memang sangat erat kaitanya. Para wisatawan banyak memilih kota ini untuk pilihan liburan , dari berbagai jenis tempat wisata semua tersedia mulai dari wisata alam, museum, dan tempat kuliner.

Kota ini memang ideal untuk berlibur bersama keluarga karena sambil bertamasya bisa juga belajar budaya. Hal itu ditegaskan oleh Sekertariat Dewan DPRD Kota Yogyakarta.

“Sebagai provinsi tujuan wisata kedua setelah Bali, Yogyakarta telah mencanangkan Visi Pembangunan Wisata yang mewujudkan Yogyakarta sebagai destinasi wisata berkelas dunia, berdaya saing, berwawasan budaya, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah, dan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.

Yogyakarta juga mengusung motto Jogja Cultural Experiences  yang menjadikan budaya sebagai karakter pariwisata Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan target Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X mewujudkan Yogyakarta sebagai pusat pendidikan kebudayaan dan daerah terkemuka di Asia Tenggara pada tahun 2025.

Dibalik perencanaan target tersebut ternyata menyimpan sederet peristiwa yang mengorbankan beberapa aspek, contohnya aspek kemanusiaan dan aspek lingkungan.

Marak Hotel Mewah RTH Masih Tertunda

Saat siang hari suasana di kota pelajar sangat terik terasa minimnya ruang terbuka hijau pun menjadi faktor penyebabnya. Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 650-658 tentang penataan ruang terbuka hijau di perkotaan. Tujuannya untuk mewujudkan kota hijau dan terjaga secara ekologis.

Yogyakarta mempunyai presentase 8,06% ruang terbuka hijau. Angka tersebut masih jauh dari target 30% yang dikatakan oleh Pramu Haryanto Kepala Seksi Pertamanan dan Perindang Jalan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

“Persentase minimal RTH di Jogja sebanyak 30%. Komposisi ini terbagi 20% RTH dari DLH dan 10% dari swasta,” jelasnya.

Disisi lain pembangunan hotel di Yogyakarta meningkat setiap tahunnya. Tahun 2022 ada 1,833,00 bangunan hotel yang berdiri, data tersebut masih bersifat sementara dan bisa meningkat sewaktu-waktu.

Sumber : Data Bappeda

Alih fungsi lahan untuk membangun perekonomian memang sudah terjadi, pesatnya ekonomi menjadi konsen penting pemerintah sehingga lupa akan berdampak pada keadaan ekologi.

Dalam hal ini perubahan PERWALI tentang kebijakan pengendalian pembangunan hotel daerah pun dirubah untuk mengendalikan pembangunan hotel di daerah.

Penurunan Muka Tanah

Kejadian tersebut dampak dari ekploitasi air tanah secara berlebihan, makin besar laju pengambilan, makin curam lengkung penurunan muka tanah di sekitar sumur pompa.

Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Yogyakarta, meneliti anomali perubahan muka air di beberapa titik. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2018.  Dalam 12 tahun (2008-2019) angka kedalaman sumur terjadi peningkatan dari 5-6 meter menjadi 9-11 meter.

Dikutip dari media Mongabay, menurut Survei Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) Yogyakarta, mengambil secara acak 23 hotel pada 2014. 10 diantaranya melanggar Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Diatur dalam PERDA nomor 2 tahun 2012 dalam menciptakan ruang hijau dan resapan air.

Tak heran jika musim penghujan seperti saat ini beberapa wilayah di yogyakarta terdampak banjir dan tanah longsor.

Dari dua peristiwa tersebut manakah dampak yang benar-benar kamu rasakan ?

Penulis : Adella Nur Aini
Editor : Indah Nur Shabrina

Baca juga : Kota Yogyakarta Peringati Hari Ulang Tahunnya yang ke-266!

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *