ALINEA – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta maaf dan bertanggung jawab sepenuhnya terkait kisruh yang terjadi di Desa Wadas, Kec. Bener, Kab. Purworejo, Jawa Tengah kemarin (8/2/22).

Selain itu, Ganjar juga menyampaikan bahwa warga yang tertangkap akan segera dibebaskan, seperti apa yang telah disepakatinya dengan Kapolda dan Wakapolda Jawa Tengah.

Sebanyak 64 orang ditangkap karena menghalangi pegawai negeri yang bertugas sebagaimana diatur dalam Pasal 212 KUHP. Mereka kedapatan membunyikan kentungan dan berkumpul saat aparat dan petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) datang.

Melansir CNN Indonesia, Kapolda Jateng Ahmad Luthfi membenarkan pernyataan Ganjar terkait pemulangan warga Desa Wadas yang ditahan di Polres Purworejo.

“Kita amankan kemarin sebanyak 64 orang yang sekarang ada di Polres Purworejo. Hari ini kita akan kembalikan ke masyarakat,” terangnya saat konferensi pers di Mapolda Jateng (9/2).

Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melaporkan penangkapan oleh aparat (8/2) dilakukan secara paksa, bahkan sepulangnya orang-orang itu dari pelaksanaan ibadah.

Tindakan represif dari oknum aparat tersebut pun direspons keras dari sejumlah elemen masayarakat. Komnas HAM dalam keterangan pers-nya mengecam aparat yang berlaku kasar kepada warga termasuk pendamping hukum warga Wadas.

Komnas HAM meminta Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO) dan BPN untuk menunda pengukuran lahan milik warga yang setuju. Selain itu mereka meminta Polda Jateng untuk menarik aparat dan melakukan evaluasi, serta menindak keras jajarannya yang berlaku sewenang-wenang.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bahkan meminta pemerintah angkat kaki dari Wadas apabila negara tidak mampu mengontrol dengan baik.

“Kita ingin agar proses yang dilakukan pemerintah mengedepankan musyawarah. Jangan ada teror karena ini, kan, untuk kemaslahatan,” ujar Ketua Tanfidzyah PBNU Fahrurrozi (8/2).

Selain PBNU, organisasi Islam lainnya yakni, Muhammadiyah, senada dengan Komnas HAM untuk mendesak pemerintah agar menarik mundur ribuan aparat dari Desa Wadas.

“Mendesak Kapolri untuk mengendalikan tindakan aparat kepolisian di Desa Wadas,” kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqqodas (9/2).

Baca juga: Desa Wadas: Dikepung Ribuan Polisi, Sinyal Hilang, dan Warga yang Ditangkap

Jaringan GUSDURian, organisasi yang turut menolak penambangan quarry di Desa Wadas mengapresiasi permintaan maaf dari Gubernur Jateng. Namun, tetap ditegaskan bahwa tindakan intimidasi dan represif harus dibuang jauh-jauh.

Dalam pernyataan maafnya, Ganjar hendak membuka ruang dialog dengan difasilitasi Komnas HAM. Namun, LBH Yogyakarta menilai fasilitasi akan percuma bila negara tidak memberikan skema hukum bagi warga desa yang menolak tambang.

“Salah satu hak warga atas pembangunan adalah menolaknya. Sayangnya selama ini mekanisme sosialisasi proyek pembangunan tidak ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi warga yang menolak,” tulis LBH Yogyakarta melalui Twitter-nya (9/2).

Sesuai janjinya, hari ini (9/2) Ganjar Pranowo hadir langsung di Desa Wadas dan sempat bertemu serta berbincang dengan orang-orang yang setuju terhadap proyek penambangan.

Dalam obrolan kecil tersebut, ia meminta untuk warga tetap saling rukun, saling menghormati, dan menghargai. Untuk warga yang kontra, ia ingin tetap membicarakannya kembali dengan kepala dingin bersama masyarakat yang setuju tanahnya dibeli negara.


Penulis: Ricky Setianwar