Yogyakarta – Aliansi BEM Se-Agro Universitas Gajahmada (UGM) menggelar nonton bareng dan diskusi film Sexy Killers, sebuah film dokumeter karya Watchdoc Documentary di taman tengah Fakultas Kehutanan UGM, Jumat malam (12/4/2019).
Acara ini dipandu oleh BEM Agro UGM dan Greenpeace Youth Yogyakarta. Film dokumenter karya jurnalistik yang memihak kepentingan publik tersebut mendapat antusias kalangan mahasiswa yang menonton.
Menurut BEM Agro UGM, tujuan diadakan nonton bersama ini adalah menginformasi pada masyarakat luas tentang eksplotasi sumber daya alam di Indonesia dengan alasan kebutuhan akan energi.
Film dokumenter ini mengulik bencana akibat eksplorasi batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Tambang batu bara di Indonesia merupakan investasi yang menggiurkan tetapi juga mematikan.
Siapakah yang bertanggung jawab di dalamnya? Siapa saja aktor yang terlibat? Serta kepentingan apa saja yang dibawa? Jaringan pebisnis dan politisi Indonesia dalam sektor pertambangan menjadi tema dalam dokumenter terbaru Sexy Killers yang diproduksi Watchdoc.
Film tersebut diawali dengan kisah warga di Kalimantan Timur yang kesulitan mendapat air bersih setelah ekspansi pertambangan batu bara. Seperti yang dialami Nyoman, warga yang mengikuti program transmigrasi ke Kutai Kertanegara. Ia mengaku kehadiran perusahaan batu bara telah memblokir aliran air ke pertanian. Selain itu dampak dari lubang bekas pertambangan yang berada di sekitar kawasan pemukiman warga yang sepanjang tahun 2014-2018 telah merengut 115 nyawa.
Fakta lain yang diangkat dalam film dokumenter tersebut yaitu proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di kabupaten Batang, Jawa Tengah. Warga Batang yang sebagian besarnya adalah nelayan dan petani telah berjuang selama lima tahun untuk menentang proyek pembangunan PLTU Batang, yang disebut oleh aktivis sebagai “proyek kotor”.
Penentangan warga mendapat dukungan dari lembaga aktivis Greenpeace, Walhi dan Jatam yang juga pernah menduduki alat berat yang beroperasi di perairan Roban Timur.
Disebutkan dalam laporan Greenpeace, PLTU Batang menjadi pembangkit listrik tenaga uap terbesar di Asia Tenggara yang dibangun di tanah seluas 226 hektar dan menghabisi lahan pertanian dan perkebunan produktif.
Bagian menonjol dalam film tersebut adalah kedua kandidat calon presiden, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto, beserta orang-orang di sekelilingnya memiliki keterkaitan dalam menguasai tambang batu bara di Indonesia.
Di film tersebut disebutkan perusahaan mebel PT Rakabu Sejahtera tidak hanya dimiliki keluarga Jokowi. Saham perusahaan tersebut yang juga bergerak di banyak bidang, termasuk konstruksi, pengembangan wilayah transmigrasi, pembebasan lahan, juga dimiliki oleh PT Toba Sejahtera milik Luhut Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, yang juga induk perusahaan Toba Bara, yang memiliki tambang batu bara.
PT Toba Bara kemudian membeli perusahaan Sandiaga Uno yang mengoperasikan PLTU Paiton di Jawa Timur. Beberapa nama lain dari tim sukses kubu 01 Joko Widodo juga dilaporkan memiliki jabatan strategis di sejumlah perusahaan pertambangan, termasuk Osman Sapta Oedang, Dewan penasihat Tim Kampanye Nasional Jokowi – Ma’ruf yang memiliki kaitan dengan perusahaan PT Total Orbit, serta Haji Isam yang pernah menjadi Wakil Bendahara TKN Jokowi – Maruf, yang juga dikenal sebagai salah satu pengusaha batu bara yang sukses dan disegani di Indonesia.
Di kubu 02, Prabowo Subianto tercatat sebagai pemilik Nusantara Energy Resources yang menaungi tujuh anak perusahaan. Sandiaga Uno tercatat sebagai pemilik PT Saratoga Investama Sedaya yang memiliki perusahaan tambang yang pernah merengut korban jiwa dan PT Adaro Energy yang memiliki saham di PLTU Batang. Badan Pemenangan Nasional (BPN) juga memiliki orang-orang yang memiliki perusahaan yang bergerak di perusahaan pertambangan.
Presiden Joko Widodo pernah meluncurkan proyek 35 ribu Mega Watt listrik untuk Indonesia, yang menurut film tersebut berarti setidaknya akan menguntungkan 10 perusahaan pertambangan batu bara yang dimiliki jaringan politisi dan pengusaha tersebut.
Awal April 2019, sebuah lembaga non-prot dunia, Global. Witness mengeluarkan laporan investigasi yang menunjukkan Sandiaga Uno telah memperoleh keuntungan dari sejumlah pembayaran mencurigakan dari sebuah perusahaan batu bara Indonesia ke perusahaan lain, dengan nilai mencapai US$ 43 juta atau lebih dari Rp 600 miliar.
Menurut salah satu mahasiswa Kehutanan UGM yang mengikuti acara screening dan diskusi film ini, Rafii Adi Nugraha, Sexy Killers bercerita tentang eksplotasi sumber daya alam (SDA) di Indonesia yang beralasan kebutuhan energi.
“Film ini membuat kita agar tetap menjaga sikap kritis serta tidak menjadi pendukung yang fanatik,” jelasnya. Menurut Rafii, film itu menggambarkan siapa saja pengusaha pendukung capres 01 dan 02 yang memiliki usaha tambang yang cenderung merusak lingkungan.
Film dokumenter yang berdurasi 1,5 jam itu pada saat bersamaan telah diputar di beberapa kota pada tanggal 12 April. Akun instagram Watchdoc documentary (@whachdoc_insta) melansir film Sexy Killers selain di Yogyakarta, film ini juga diputar di beberapa kota antara lain Samarinda, Bekasi, Bontang, Gowa, Tasikmalaya, Makasar, Majene, Pontianak, Semarang, Manado, Jambi, Kuala Lumpur, Jakarta, Sukabumi, Palu, Malang, Cilacap, Tangerang, serta Karanganyar.
(Rani Widnadianti)
Leave a Reply