Menilik Aset Negara Studio Musik Lokananta

ALINEA – Berakhir pekan sambil belajar bisa dilakukan dengan mengunjungi beberapa destinasi wisata, seperti museum dan situs bersejarah. Lokananta menjadi salah satu opsi daftar tempat yang wajib dikunjungi. Studio ini  dikelola oleh negara untuk menjaga serta merawat arsip dokumen rekaman produksi untuk kepentingan negara.

Terletak di Jl. A. Yani No. 379, Kerten, Laweyan, Kota Surakarta. Studio ini berdiri sejak tahun 1956. Penggagasnya adalah Raden Maladi, yakni Kepala Jawatan Radio Republik Indonesia (RRI). Lokananta mampu menjawab perkembangan teknologi karena sampai sekarang, Lokananta masih menunjukkan eksistensinya dan menjadi surga bagi pelaku musik untuk menggarap rekaman karyanya.

Awal Mula Lokananta

Sumber : Unsplash

Studio milik negara ini dulunya berfungsi untuk merekam materi siaran Radio Republik Indonesia (RRI), setelah sukses mendistribusikan materi siaran radio untuk disiarkan oleh 26 stasiun RRI di seluruh Indonesia. Setelah lepas dari tugas tersebut, Lokananta merambah usahanya di bidang studio rekaman dengan memproduksi piringan hitam dan kaset untuk pemusik.

Pemilihan nama Lokananta diambil dari bahasa Sansekerta memiliki arti gamelan yang berasal dari kayangan yang bersuara merdu. Salah satu karya tersohor milik Waldjinah kala itu diproduksi di studio Lokananta karena Waldjinah merupakan jebolan ajang Bintang Radio oleh RRI. Hal tersebut merupakan bentuk hadiah yang diterima atas kemenangannya.

Lika Liku Lokananta

Sumber : Solo Image

Perubahan status studio menjadi perusahaan negara dengan nama baru PN Lokananta tak lain karena terbitnya peraturan pemerintah 215 tahun 1961. Hal ini menjadikan bidang usaha semakin luas bergerak di bidang label rekaman serta penerbitan buku dan majalah.

Pada tahun 1972, naik turun perkembangan musik di Indonesia turut dirasakan oleh Lokananta. Pada saat itu produksi radio mulai beralih dari piringan hitam ke kaset.

Di tahun 1983 mulai membentuk unit pengadaan film dalam format pita magnetik dan VHS. Masa kejayaan Lokananta terjadi pada tahun 1970 hingga 1980. Saat itu Lokananta bergerak dalam bidang produksi rekaman audio kaset dan pengadaan film terbesar di Indonesia. Tahun 1999 menjadi tahun pensiun Lokananta dari masa jayanya karena saat itu rekaman audio banyak yang beralih ke format CD.

Perubahan status studio rampung, hal ini menjadikan Lokananta berubah juga dalam segi pendanaan. Dulunya proses produksi dibiayai penuh oleh negara, namun sekarang studio ini dituntut  mencari penghasilan untuk negara mengingat keberadaannya di bawah naungan Kementerian BUMN.

Tugas dan tanggung jawab besar diemban oleh bangunan bersejarah ini. Banyak arsip negara seperti 53.000 piringan hitam, 5.670 master rekaman lagu daerah, serta pidato presiden Soekarno termasuk file suara asli saat Soekarno membacakan teks proklamasi.

Proses pengarsipan tersebut memakan waktu lama agar semua dokumen bisa terselamatkan dengan aman. Tersusun rapi di rak besi khusus agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlindungan aset berharga Pemkot Surakarta menetapkan sebagai cagar budaya.

Diatur dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Tata Ruang Kota nomor 646/40/I/2014 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya. Penetapannya dilandasi Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Di masa sekarang ini, Lokananta terpaksa harus menghentikan beberapa produksi yang dulu sempat menjanjikan kejayaan karena beberapa hal sudah beralih fungsi ke era digital. Lokananta terus melakukan langkah digitalisasi untuk mengelola piringan hitam agar tidak termakan oleh derasnya perkembangan zaman.

Upaya Lokananta

Berbagai usaha dilakukan untuk menghidupkan kembali masa gemilang. Menjalin kerja sama dengan Startup musik, diharapkan agar produksi kaset terus berkembang. Selain itu juga revitalisasi bangunan untuk menunjang fungsi bangunan dengan membuka teater terbuka yang dapat digunakan untuk sebuah konser musik. Upaya ini diharapkan bisa rampung pada Februari 2023 mendatang.

Kini studio ini menjadi salah satu destinasi wisata saat kamu berkunjung ke Surakarta. Jam operasional museum ini di hari Senin-Jumat pukul 09.00-11.30 WIB. Hari Sabtu,Minggu dan hari Libur Nasional museum ini tutup. Cukup membayar Rp25.000,00 per orang, kamu sudah bisa melihat koleksi musik bersejarah di museum ini.

Penulis : Adella Nur Aini
Editor  : Indah Nur Shabrina

Baca juga : Kereta Panoramic, Suguhkan Interior dan Fasilitas Mewah


 


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *