ALINEA – Angkringan adalah salah satu konsep kuliner asli Indonesia dan menjadi identitas kuliner tradisional. Bagi orang Jawa terutama di daerah Solo – Jogja pasti sudah sering mendengar istilah tersebut.
Dalam Bahasa Jawa angkring berarti alat dan tempat jualan makanan keliling. Wiryo Jeman atau akrab disapa Mbah Wiryo merupakan pelopor angkringan bersama Eyang Karso Dikromo dari Ngerangan, Klaten, Jawa Tengah.
Mengutip dari sebuah jurnal berjudul Angkringan Development as a Traditional Culinary Identity, angkringan merupakan salah satu masakan tradisional Indonesia dan termasuk dalam kategori kuliner tradisional yang merupakan identitas kuliner tradisional.
Istilah angkringan beragam di tiap daerah, di Yogyakarta dikenal sebagai angkringan, di Semarang; kucingan, di Solo disebut hik, sementara di Klaten istilah hik memiliki kepanjangan yaitu Hidangan Istimewa Klaten.
Meskipun memiliki bermacam penamaan, pada umumnya menu yang dijual adalah nasi kucing. Nasi kucing yaitu nasi dengan porsi sedikit yang dibungkus dengan daun pisang, biasanya ditambah dengan sambal, ikan, dan tempe.
Selain itu yang menjadi primadona adalah lauknya yaitu sate-satean seperti sate telur puyuh, usus ayam, hati ampela, dll. Tak hanya makanan, minuman seperti teh, susu, jahe, kopi, dan beberapa minuman saset juga tersedia.
Untuk harganya relatif murah, mulai dari Rp 2.000 – Rp 5.000. Namun seiring perkembangan zaman, muncul angkringan modern yang harganya sedikit lebih mahal karena memiliki tempat lebih luas dan interior menarik. Di samping itu, menu-menu nya pun jauh lebih beragam.
Di Yogyakarta angkringan menjadi tempat makan yang populer, terutama karena Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar. Biasanya pada malam hari kita bisa dengan mudah menjumpai pedagang kaki lima ini berjualan di sepanjang jalanan setapak atau trotoar.
Baca juga : Hidden Gems di Jogja yang Harus Dikunjungi
Penulis : Indah Nur Shabrina
Tinggalkan Balasan