ALINEA – Setelah diluncurkannya program “New Normal” sekitar awal bulan Juni lalu, banyak sekali aktifitas masyarakat yang mulai berjalan kembali. Waktu seperti inilah yang dapat Liners manfaatkan untuk menjadi produktif lagi setelah berbulan-bulan karantina. Tapi, tidak sedikit juga yang merasa kesulitan untuk bangkit dari rasa malas karena sudah terlalu nyaman di rumah.
Kadang rasa malas itu juga akan terasa jenuh, bahkan dapat mengganggu konsentrasi kita ketika sedang bekerja atau belajar. Jangan sampai kesempatan pertama Liners dalam menghadapi kehidupan baru di era “New Normal” ini hilang hanya karena rasa malas. Sayang ‘kan kalau sampai terjadi?
Untuk mengatasinya, Alinea akan mengupas tuntas mengenai rahasia orang Jepang dalam mengusir rasa malas, hanya dalam satu menit. Teknik ini diyakini telah menyelamatkan perekonomian Jepang setelah kekalahannya di Perang Dunia II, dan bahkan saat itu perkembangannya melampaui negara Amerika.
Mengusir Rasa Malas. Apakah Rahasianya?
Teknik ini disebut sebagai Teknik Kaizen, yang artinya change for good atau berubah untuk menjadi lebih baik. Diambil dari kata kai (改) yang berarti perubahan/perbaikan dan zen (善) yang artinya baik, kebaikan, atau kebajikan (Jisho). Sehingga, teknik ini ditujukan untuk membuat seseorang termotivasi melakukan segala pekerjaannya dengan baik dan singkat. Sehingga, dapat diperoleh hasil yang berkualitas.
Kenapa bisa? Karena orang Jepang yakin, jika kita menaruh konsentrasi kita dalam satu waktu yang singkat, beban pekerjaan kita akan jauh lebih ringan dan tidak cepat merasa lelah.
Menerapkan Teknik Kaizen dalam Kehidupan Sehari-hari
Menurut penjelasan dari laman Productivity & Quality Management Consultants, pendekatan Kaizen didasarkan pada keyakinan bahwa perbaikan yang terus menerus dan bertahap (continuous improvement) akan mewujudkan perubahan substansial dari waktu ke waktu.
Ada beberapa prinsip yang harus Liners ingat dalam melakukan Teknik Kaizen:
- Mengulang suatu proses secara terorganisir atau konstan,
- Berfokus pada kemampuan dan melakukan evaluasi di setiap prosesnya,
- Menentukan target kita selanjutnya sesuai dengan kemampuan yang sudah dikembangkan,
- Menemukan cara-cara baru yang lebih baik untuk mencapai hasil yang serupa,
- Mengembangkan metode kerja yang kita gunakan dari waktu ke waktu.
Mungkin prinsip di atas terdengar kaku, tetapi kenyataannya sangat mudah untuk Liners coba.
Contohnya, ketika Bu Tedjo selesai memasak makan siang untuk keluarganya. Pasti cucian piring dan alat masak bakal menumpuk di dapurnya. Melihatnya saja sudah memuakkan, bukan? Tapi, itu bukanlah alasan Bu Tedjo untuk malas membereskannya.
Daripada mendengar rumor tetangga yang tidak jelas, Bu Tedjo memilih untuk membereskan cucian piringnya dengan bersih dan cepat. Dengan begitu, Bu Tedjo bisa mengerjakan urusan lain dan tidak perlu khawatir cucian piringnya akan menumpuk di malam hari, karena sudah ia cicil.
Begitu seterusnya Bu Tedjo lakukan. Setiap kali cuci piring harus di waktu yang sama dan durasi yang sama. Jika bisa dilakukan secara konstan, mencuci piring bukan lagi sebagai kewajiban, tetapi sebagai kebiasaan.
Liners bisa melakukan hal yang sama — membagi pekerjaan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil agar bisa segera dituntaskan dan menjadikannya sebagai bagian dari kebiasaan sehari-hari. Semudah itu bukan untuk mengusir rasa malas?
Baca juga: Hipertensi “Si Pembunuh Senyap”
Hasil dari Menerapkan Teknik Kaizen
Teknik Kaizen memang tidak akan mengubah sifat malas kita hanya dalam semalam. Perlu proses secara bertahap dalam melaksanakannya, karena yang kita inginkan adalah mengembangkan kemampuan yang dimiliki agar bisa mencapai target selanjutnya.
Tidak hanya mampu memperbaiki produktivitas sehari-hari Liners, teknik ini memberikan pelajaran mengenai bagaimana kita dapat menata kembali resolusi dan tujuan yang sempat gagal karena kesalahan dalam menaruh ambisi dan ekspektasi. Mulai dari sekarang, menghargai proses yang kita lakukan adalah hal yang terbaik dalam mengembangkan diri dari waktu ke waktu.
Malas bukanlah nasib atau sifat genetik. Malas hanyalah alasan kita untuk mengelabui tanggung jawab. Kalau terbiasa menjadi malas, kapan tujuanmu akan tercapai?
(Aisyah Amardhani)
Leave a Reply