Luckiest Girl Alive : Trauma Pasca Kekerasan Seks

ALINEA – Luckiest Girl Alive merupakan salah satu film bergenre drama psychological suspense yang diangkat dari novel “Luckiest Girl Alive” karya Jessica Knoll.  Film yang dirilis pada 30 September ini menjadi perbincangan hangat dan masuk kedalam Top 10 Indonesia’s Trending Movies selama beberapa minggu karena isi ceritanya yang mengangkat tentang kekerasan seksual di tengah budaya seks bebas remaja USA.

Film Netflix Original ini memiliki alur cerita maju mundur yang disutradarai oleh Mike Barker dan diperankan oleh Mila Kunis sebagai Ani FaNelli.

Source : goodreads.com

 

Sinopsis Luckiest Girl Alive

Film ini menceritakan tentang kehidupan seorang Ani FaNelli, perempuan berusia 28 tahun dengan kehidupan karir dan percintaannya yang sempurna. Ani bekerja sebagai editor di majalah wanita New York City yang glamor. Ia juga memiliki tunangan yang kaya raya, tampan dan penuh kasih sayang. Namun, dibalik kehidupannya yang sempurna Ani menyimpan rahasia masa remajanya yang kelam.

Lalu, Ani bertemu dengan sutradara film dokumenter yang tertarik dengan kejadian tragis di sekolah Ani. Hal tersebut menjadi awal mula yang membuka kisah kelam semasa remaja seorang Ani FaNelli. Saat itulah Ani mempertanyakan apakah hidupnya saat ini yang ia inginkan dan butuhkan.

Saat remaja, Ani menjadi sasaran intimidasi kejam di sekolah oleh beberapa korban dalam penembakan sekolah paling mematikan di Amerika Serikat. Dan yang paling mengerikan, ia diperkosa beramai-ramai oleh beberapa korban penembakan tersebut.

Ani diperkosa oleh tiga teman sekelasnya, termasuk sang pacar, Liam. Ani melihat bahwa ia berdarah dan ketika mencoba mengambil air, dia dilemparkan ke tempat tidur oleh Dean. Dean memperkosanya meski Ani berteriak ‘tidak’ dan ‘berhenti’ berulang kali, sampai akhirnya Ani berhasil mendorong Dean dan melarikan diri. Hal ini membuat dirinya merasakan trauma dan emosional hingga ia dewasa.

Baca juga : Mencuri Raden Saleh : Film Bertema Langka di Indonesia

Pro dan Kontra

Film ini menciptakan pro dan kontra yang terjadi di masyarakat. Ada beberapa masyarakat yang tidak suka dengan film ini karena dianggap memicu trauma korban kekerasan seksual. Mereka mengkritik dan menyayangkan bahwa tidak ada peringatan bagi para penyintas kekerasan seksual untuk menonton film tersebut.

Walaupun sebenarnya Netflix sudah menyebutkan secara singkat dalam fitur filmnya, tetapi masih banyak penonton yang mengatakan bahwa itu tidak cukup mengingat kebrutalan adegan pemerkosaan.

Namun, banyak juga masyarakat yang menyukai film ini karena woman power yang digambarkan dalam film ini membuat penonton wanita untuk bisa berani speak up tentang trauma yang mereka alami. Banyak juga penonton yang akhirnya mau mengobati trauma yang selama ini mereka miliki.

Baca juga : Raminten Cabaret Show Menjadi Sisi Lain Malioboro

 

Penulis : Andika Syafitri Pratami
Editor : Indah Nur Shabrina


 

Tags : | | |

BERITA TERKAIT